Beberapa
waktu belakangan, saya dipertontonkan drama cinta segitiga yang ternyata bisa
kejadian juga di sekitar saya. Entah saya harus ketawa, nangis atau ngikik
gelundungan. Betapa saya ngerasa adegan dan plot dalam novel itu juga
memengaruhi tingkah polah manusia di dunia nyata (atau karena novel emang
diadaptasi dari praktik dunia nyata?). Dan jujur, dengan adanya hiburan ini,
saya tersadar kalau sebenarnya saya masih sangatlah muda. Masih bocah naif. Masih
anak-anak yang belum cocok mikirin perkara bumi dan seisinya.
Dan teman
saya yang menempati salah satu sudut segitiga itu seketika bercerita, selama
ini ternyata dia dikelabui. Dibohongi. Ternyata ada skenario yang sudah diatur di balik kisah cinta tersebut.
Singkat kata, teman saya itu ikut terlibat dan bermain dalam sebuah sandiwara
gigantis di luar sepengetahuannya. Saya sih ga heran, karena dari awal saya
sudah menduga kalau semua pasti ada 'apa-apa'. Dan sekali lagi, intuisi saya memang jarang keliru.
Kebetulan,
ketiga pemain ini adalah orang yang saya kenal. Salah satu pelaku cowonya juga
sempat jadi gebetan saya *halah*, dan yang saya tahu, dia emang baik. Bukan
karena saya pernah naksir, tapi firasat saya bilang begitu. Saya percaya dengan
mata saya. Bukan juga karena ganteng, tapi ya dia orangnya emang ga neko-neko.
Dari cara bicaranya, cara dia ngepoin orang, cara dia ngajak ngobrol dan
sejumlah gestur yang dia punya. Makanya saya suka. *oposeh
Kebetulan
juga, teman saya itu sudah memendam perasaannya selama dua tahun dengan pelaku
cowo tersebut. Jauh sebelum saya merasa naksir. Dua tahun memendam rasa,
diam-diam merhatiin dari jauh dan saya merasa ga sebanding juga sama perjuangan
teman saya itu. Jadi saya pikir, keduanya cocok dan entah, saya senang lihat
mereka akhirnya bisa saling kenal, saling ngobrol dan berlanjut ke tahap pulang
bareng.
Tapi,
sialnya, seseorang yang lain, yang menjadikan drama klise ini berubah jadi
kisah cinta segitiga, tahu-tahu jujur kepada teman saya itu; bahwa dialah yang
sengaja memprovokasi pelaku cowo agar mendekati teman saya itu. Jadi benang
merahnya; si pelaku cowo pedekate atas dasar 'disuruh' alias 'ditantang' alias 'bukan karena kemauan sendiri' alias cuma 'coba-coba aja'. Tahu begitu, saya
ga bisa buat ga bilang, 'ini brengsek!'
Maka setelah
teman saya itu menuangkan seluruh uneg-unegnya soal perseteruan batin dan orang
di sekitar, akhirnya saya yang skeptis memutuskan untuk ketemu dengan si pelaku
cowo. Buat memastikan apakah ada kebohongan, atau ada sandiwara lainnya yang
sengaja dia umbar untuk mengelabui saya dan teman saya itu.
Lalu,
sekitar dua jam yang lalu sebelum postingan ini ditulis, saya dan teman saya
itu makan di kantin, dan pelaku cowo ternyata menyusul kami. Seperti biasa dia
ngajak ngobrol saya dan teman saya tanpa canggung atau kagok. Dari situ, ketika saya berbicara dan menelisik tatapannya di balik kacamata itu, saya justru mendapatkan
kesimpulan yang berbeda: orang ini sebetulnya cuma ingin bergaul; dia hanya
butuh teman bercerita; teman berbagi.
Lagi pula,
usai saya ngalor ngidul sama si pelaku cowo, saya merasa dan yakin bahwa niatan
dia baik; sekali lagi saya tekankan; dia melakukan ini semata-mata untuk
berteman, untuk menebarkan cinta yang berdasarkan ketulusan, afektif yang
memang murni, semacam... cinta platonis. Bukan cinta yang macam-macam dan
begini-begitu.
Untuk kali
ini, drama yang diperankan langsung oleh teman saya itu nyatanya punya pengaruh
besar dalam perasaan saya.
Saya jatuh
cinta lagi. Jatuh cinta pada mereka berdua, dan senang menertawakan kisah
keduanya yang melibatkan orang lain.
Saya selalu
jatuh cinta sama orang-orang baik.
Saya selalu
mencintai orang-orang yang bisa saling 'memanusiakan' dan menumbuhkan positive vibes dalam diri saya.
Saya selalu
jatuh cinta sama mereka yang mampu menghanguskan pikiran negatif dan
menggantikannya dengan energi yang lebih baik.
Karena saya
pikir... jatuh cinta ga mesti berakhir dengan sebuah keterikatan. Jatuh cinta,
bagi saya, ga lebih dari semacam sirene yang menandakan bahwa saya masih punya
perasaan.
Sungguh. Kali ini saya benar-benar sudah
jatuh cinta.
Indralaya, 9 Mei 2016
0 komentar