Sebuah Nukilan tentang Crystal Stairs


Judul                        : Crystal Stairs
Penulis                     : Amaliah Black
ISBN                        : 978-602-3752-68-3
Penerbit                    : Grasindo
Tebal                        : 242 halaman + vi
Harga                        : Rp 58.000 (P. Jawa) dan Rp 64.000 (Luar P. Jawa)
Blurb                         :
Coba lihat tubuh itu.
Perhatikan segenap lekuk-lekuknya…
Kemudian helaian rambutnya yang tergerai.
Juga sepasang matanya yang membuka lebar.
Dekati. Lalu, amati dengan jelas…”

Aku seharusnya memanggil polisi untuk mengetahui sudah berapa lama tubuh itu tergeletak di sana. Dalam keadaan berdarah. Tanpa nyawa.
Aku seharusnya menelepon petugas keamanan untuk melaporkan pemandangan mengerikan yang tengah kusaksikan sekarang. Aku seharusnya bertindak lebih tegas.
Namun, aku hanya melangkah mundur. Melarikan diri dari seluruh kenyataan. Dan pada akhirnya aku tersadar… kini dunia berangsur-angsur menjadi sepetak penjara bagi kehidupanku. Tidak ada lagi tempat bersembunyi.

-oOo-

Halo.

Kenalan dulu, ya. Nama ganteng saya Amaliah Black, biasa dipanggil Black. Nggak usah sungkan, saya bahagia kok kalo kalian mau panggil saya dengan sebutan ‘Black’. Itu semacam kehormatan buat saya, just be easy.

Jadi gini. Awalnya, saya nggak punya ekspektasi apa-apa. Hanya saja, saya pernah mengikrarkan sumpah ke diri sendiri dengan bilang, “Pokoknya, di umur dua puluh tahun, Amaliah Black harus sudah punya anak sendiri; punya buku sendiri. Minimal satu judul.”

 Entah apa karena waktu itu secara nggak sadar saya kebetulan berpapasan sama malaikat, akhirnya sumpah tersebut jadi kenyataan juga. Di usia saya yang bahkan belum genap kepala dua, saya berhasil punya anak. Semoga bapaknya cepat menyusul—dan untuk ini, saya membutuhkan doa kalian……...

Oke, lupakan.

Nah, kalian boleh bilang Black itu telat keren, kudet, dan ngeselin. Soalnya, saya baru tahu kalau ternyata kontes Publisher Searching for Authors yang diadakan Grasindo semacam ini sudah pernah dilakukan dua kali sebelumnya. Tiba-tiba saja saya merasa nista. Sungguh.

Untuk menebus dosa itu, dengan segala daya upaya, saya pun menantang diri sendiri untuk mengalahkan sifat prokrastinasi yang kerap melanda—dengan cara mengikuti kontes Publishers Searching for Authors 3 yang hanya berlangsung selama 40 hari (awalnya sebulan, lalu batas waktunya diundur karena suatu alasan).

Sebagai anak baru kemarin sore, menulis naskah sebanyak 150 halaman bukanlah perkara gampang. Ada banyak pertimbangan yang mesti saya lakukan. Terlebih ketika sadar bahwa tema yang diusung ternyata melibatkan unsur Korea—yang tentu saja nggak luput dari drama. Jujur, selain menulis di genre komedi, saya juga lemah dalam bidang asmara. Saya nggak bakat jadi orang romantis. Dan dengan mengikuti ini, naluri saya sebagai cewe macho semakin meluap-luap. Saya harus bisa keluar dari zona nyaman!

Jadilah saya mulai mengumpulkan kaset-kaset drama Korea hasil pinjaman, dan seluruhnya nggak ada yang saya tonton sampai tuntas. Juga soundtrack-soundtrack-nya yang kebanyakan bikin baper. Untuk ini, saya harus berterima kasih kepada Kim Taeyeon dan 4Men yang sudah menyumbangkan cita rasa dramatis itu ke dalam novel saya. Tanpa mereka, barangkali Crystal Stairs nggak bakal lahir jadi fiksi roman.

Bermodalkan imajinasi yang serba-ngawur, saya mencoba menggabungkan dua aliran yang cenderung  berbeda. Roman dan suspense. Sebelumnya saya sudah mengeksplor banyak hal untuk kemudian dituangkan ke dalam Crystal Stairs. Sayang keadaannya jadi nggak memungkinkan. Andai saya egois, barangkali saya akan tetap bertahan dengan konsep tersebut. Namun, melihat persyaratan yang membatasi jumlah halaman naskah dengan maksimal 150 halaman, terpaksa saya kembali memutar otak. Potong sana-sini. Memadatkan isinya, dan pada akhirnya saya memperoleh naskah sebanyak 147 halaman ukuran A4.

Nggak bisa dipungkiri, saya banyak mendapat inspirasi selama menulis Crystal Stairs. Lagu Stairway to Heaven dari Led Zeppelin yang dianggap sebagai propaganda pemuja setan itu justru menjadi ‘nyawa’ saya dalam merampungkan novel ini. Liriknya yang sarat misteri seakan menyedot saya ke dalam dunia yang gelap. Saya menemukan kematian di sana. Ketakutan.  Perempuan yang hidup di tengah kebingungan. Pun iringan musiknya yang terdengar menyayat semakin membuat saya terperangkap ke dalam melodi itu. Saya bisa menangkap sebuah kegelisahan yang memohon kebebasan. Maka, lewat bebunyian itulah saya berusaha memvisualisasikannya lewat tulisan. Lewat adegan dan dialog-dialog yang terus berloncatan di kepala saya.

Jadi, jangan kaget kalau ketika membaca novel ini, kalian bisa menemukan lirik-lirik dari lagu tersebut. Sebab secara nggak langsung, Stairway to Heaven telah membantu saya dalam membentuk karakter-karakter yang muncul di Crystal Stairs.

Dan apabila saya diminta menyimpulkan isi novel ini ke dalam tiga kata, maka saya akan bilang; Kematian. Keputusasaan. Dan kamuflase.

Sebab, Crystal Stairs bukan melulu soal sepasang orang Korea yang terlibat cinta segitiga, atau tentang dongeng patah hati yang menguras air mata. There’s much more to life, darling. Dalam kehidupan ini, ada yang lebih berharga diperjuangkan dibanding sekadar menangisi hal-hal itu saja.

Sebuah kebebasan.

Melalui novel ini, saya ingin menyampaikan bahwa selama ini kita terlalu berfokus pada apa yang hitam dan pada apa yang putih. Lantas lupa pada apa pun yang ternyata masih abu-abu. Yang dilihat hanyalah yang kasatmata, sehingga pada akhirnya kita tumbuh menjadi generasi yang superfisial.

*Lalu ngikik*

Oke, oke. Novel ini bukanlah tulisan kontemplatif. Hanya sebuah kisah anak manusia yang diramu sedemikian rupa. Maka dari itu, saya menyarankan kalian untuk membelinya—itu pun kalau kalian peduli pada sosok fakir yang masih numpang hidup sama orang tua. Seperti saya.

Baiklah, terima kasih banyak.


Salam Kecup dan Kasih Sayang,



Amaliah Black ~

You Might Also Like

0 komentar