Crystal Stairs
(242 pages + vi)
Published on November 30, 2015 by Grasindo
Bukan atas keinginannya untuk bisa tiba di tempat itu. Kang Dae-Yun hampir saja melarikan diri andaikan seseorang tidak menahannya untuk tetap tinggal. Tidak peduli sekuat apa ia meronta, tali kekang yang melingkari tubuhnya masih saja terasa kuat mencengkeram. Berkeluh kesah rasanya pun percuma, sebab kepandaiannya dalam bersandiwara sudah terlalu hebat sampai orang-orang yakin bahwa dirinya baik-baik saja.
Usai dering ponsel berhenti menjerit, terdengar seseorang berkata, “Bagaimana keadaanmu?”
“Baik,” Kang Dae-Yun menjawab. “Kau tidak perlu berulang kali menanyakan hal itu.”
“Aku hanya ingin memastikan.”
“Sesuai yang kau inginkan; aku akan selalu baik-baik saja,” akhirnya Dae-Yun memperlihatkan perasaannya dengan jelas. “Terima kasih karena sudah mau peduli.” Ia lalu menutup telepon genggamnya dan bangkit dari duduk.
Kang Dae-Yun berjalan ke sana kemari dengan bertelanjang kaki di dalam kamar apartemen yang hanya diisi satu ranjang tidur, satu lemari baju, meja kecil dan dua kursi kayu ukir. Sinar matahari di bulan Juni tampak menembus masuk dari jendela kamarnya yang menjorok ke luar dan memberikan sentuhan tersendiri pada lantai pualam yang mulai berdebu. Ketika berdiri di dekat jendela, Dae-Yun melihat kaca di sana memantulkan bayangan dirinya. Bayangan itu tampak pucat... seperti hantu. Hantu yang renta, katanya seolah mengejek diri sendiri dengan berpikir bahwa jiwa mudanya telah lama meninggalkannya.
Lalu terdengar desahan panjang. Tidak ada lagi celah untuk kabur. Kang Dae-Yun tahu bahwa apa yang dijalaninya sekarang adalah takdir mutlak yang tak mungkin berubah. Dan ia tahu saat ini akan hadir tak terelakkan. Rasa muaknya sudah terakumulasi menjadi timbunan menyesakkan yang bisa jadi suatu hari nanti akan berakhir dengan dirinya yang tewas tergantung, atau dirinya yang mati tenggelam di Sungai Han. Entah, bagaimanapun, Kang Dae-Yun masih menebak-nebak seperti apa akhir skenario yang dimainkannya kelak.
Choi Min-Jae.
Bundaran sebesar uang logam di langit sana perlahan-lahan merosot ke arah barat. Bersamaan dengan itu, Kang Dae-Yun melihat harapannya seperti lahir kembali. Ia tahu ini konyol. Akan tetapi, sejak pertemuan pertamanya, Dae-Yun merasa pemuda bergaris wajah tegas yang mencerminkan keteguhan prinsip itu seakan-akan hadir bukan tanpa sengaja. Ada sesuatu yang menarik di sana. Entah itu keajaiban atau bukan, yang pasti Kang Dae-Yun meyakini bahwa Min-Jaelah yang kelak akan menyelamatkannya dari kesengsaraan.
“Halo, Min-Jae?” Dae-Yun kembali meraup ponsel miliknya, mulai berkata, “Bisa bertemu sekarang?”
(Crystal Stairs, page 53-55)
-oOo-
Huah. Akhirnya anak pertama saya bentar lagi lahir. Saya mesti nangis nih. Nangis bahagia karena saya bisa punya anak juga. Terus nangis sengsara karena saya belum juga menemukan bapak yang pas buat si buah hati. Doakan cepat menyusul, yaaa. Ngoahaha.
Sebelumnya, saya nggak bisa bilang ini recommended atau enggak. Soalnya mana mungkin saya menilai diri sendiri, yes? Jadi harapan saya, sih, sebelum menjustifikasi yang bahkan isinya kita nggak tahu, mending coba baca dulu. Minimal korek-korek dikit lembarannya pas sudah terpajang di etalase toko buku nanti._. kalau tertarik, alhamdulillah, pasti kalian bakal beli.
Kalo enggak? Yaaa... baca kembali. Toh, cinta kan nggak melulu soal pandangan pertama:"3
Btw, saya nggak maksa. Cuma... gitulah. He-he.
0 komentar