Selamat Tahun Baru
(Oleh: Amaliah Black)
Google image |
Sebuah bunyi
familier berdenting, mengirimkan lelaki itu kembali ke alam jaga. Dia mengusap
mata. Oh, tampaknya dia telah melupakan sesuatu.
Selamat tahun baru, Sayang.
Lelaki itu
tersenyum usai membaca pesan singkat itu, lalu melirik jam digital yang
berkedip-kedip di layar ponselnya. Sudah lewat tengah malam—dan seketika suara
letusan dari luar membuatnya sedikit terlonjak. Tahun baru, ya? Dia menggumam
pada diri sendiri sebelum akhirnya menyingkap selimut dari keseluruhan
tubuhnya.
Masih dalam
keadaan telanjang dada, dia membalas pesan itu.
Selamat tahun baru juga, Sayangku. Maaf, aku
ketiduran.
Sepersekian
menit, ponselnya bergetar lagi disertai denting serupa. Adalah sebuah balasan
paling mengharukan di awal tahun ini.
Ini semacam menyakitkan hatiku ketika kita
tidak bisa merayakan tahun baru bersama-sama seperti sebelumnya. Sungguh, di sini
jauh lebih dingin. Musim dingin sudah membuatku beku, dan aku sudah lama
merindukanmu. Sangat merindukanmu.
Sealiran hangat
mengguliri rongga dadanya. Betapa perasaannya
ternyata juga berbalas—bukan hanya pesan singkatnya saja. Ledakan kembang api
telah lama reda, tetapi lonjakan dalam hatinya masih meletup-letup tanpa akhir.
Sudah lama dia merindukan gadisnya, merindukan suaranya, dan juga wajah yang
selalu cemberut setiap kali lelaki itu datang terlambat lantaran macet atau apa
pun.
Ting.
Sebuah foto
baru saja diterima melalui ponsel laki-laki itu, menampakkan seorang gadis berambut kuning jagung yang sedang
manyun—tampak berpura-pura menangis. Laki-laki itu kontan merasa hatinya
bergetar, nyaris tertohok. Rasanya dia tak lagi mampu membendung segalanya. Maka dengan jantung berdebar, dia segera menghubungi
sang pacar.
“Selamat tahun baru, Sayang!” sapa si gadis dari seberang sana, terdengar riang.
“Hai...,” si
lelaki pun menjawab sambil menggigil. “Kau sedang sendirian?”
“Uh huh. Sekarang
aku sendirian di flat, sedang merindukanmu.”
Lelaki meneguk
ludah. “Aku—juga,” katanya. “Dan sekarang cepat telepon polisi.”
“Apa?” suara
gadis itu sontak memekik, tidak mengerti. “Apakah merindukan seseorang adalah tindakan kriminal?”
“Jangan banyak
omong!” si lelaki menyela cepat, lantas bangkit dari kasur dengan gerak tergopoh. “Lakukan
saja apa yang kukatakan!”
Tiba-tiba dia mendapati sambungan telepon terputus.
Kontan wajah si lelaki berubah semaput. Kali ini jantungnya seperti ditonjok bertubi-tubi. Dia tidak tahu apa yang
tengah terjadi. Sebab… beberapa menit lalu, matanya tak sengaja mendapati
gambar sosok gelap sedang menggenggam bilah pisau mengilap.
Tak jauh di
belakang gadis itu. [ ]
3 komentar
black udah aku follow balik yah :)
BalasHapusbagus cerpennya :)
BalasHapusTerima kasih. :))
Hapus