MASOKIS
(Oleh: Amaliah Black)
Kau
termenung menatap urat nadimu yang berdenyut-denyut. Seakan ada sesuatu yang hidup
berdetak di sana. Lantas, bayangan itu muncul lagi, menyeret segenap kesakitan
yang selama ini sangat kau nantikan. Memakimu, lalu memujimu kembali. Dan
memang... kau betul-betul menyukainya.
Bayangan
itu kemudian melesap, melahirkan gelegar yang seolah membungkammu. Kau tahu;
kau tak perlu obat, tidak pula membutuhkan sesuatu untuk membalut luka yang tak
kunjung mengering. Kau hanya perlu mengalah. Sebab kekalahan dalam batinmu
sudah cukup meledakkan tawa dari hatimu.
Kau
pun sadar. Betapa segunung rasa sakit yang kau tampung telah menjadi candu di
setiap malammu. Mengutuki seluruh keperihan dan ngilu yang bertubi-tubi
memukul. Namun, tetap saja. Kerinduan itu selalu hadir menyela.
Perlahan.
Darah dari dalam nadimu mulai mengucur, kian deras seiring air yang luruh
meninggalkan pelupukmu. Demikianlah, selengkung senyum di bibir yang
pecah-pecah itu kini menjadi pertanda bahwa keperihan sudah tak lagi menyiksamu.
Sampai pada akhirnya sesuatu yang menembus di tanganmu tak mampu lagi kau
rasakan. Lempengan tajam itu terhenti, menancap tandas di satu titik.
Tidak,
bisikmu, semuanya belum berakhir.
-TAMAT-
Sebanyak 169 kata. Diikutkan ke dalam tantangan menulis #FiksiKedua oleh Kampus Fiksi
0 komentar