My Personal Opinion - Refrain


Judul  : Refrain
Genre : Romantis-drama
Tahun: 2013
Director: Fajar Nugros
Producer: Ody Mulya
Durasi   : 110 menit
Pemain:  Afgan Syahreza, Maudy Ayunda, Chelsea Islan, Maxime Bouttier

Refrain adalah film adaptasi dari sebuah novel teenlit beraliran drama-romansa dengan judul yang sama, karangan Winda Effendi. Bercerita seputar kehidupan sepasang anak SMA yang sudah berteman sejak kecil, Nata (Afgan) dan Niki (Maudy). Pada suatu hari muncullah sosok siswi baru, Annalise (Chelsea) yang akhirnya ikut bersahabat dengan mereka berdua. Kemudian datang pula cowok lainnya yang diceritakan sebagai kapten basket, Oliver (Maxime), yang  akhirnya jatuh cinta pada Niki. Dari situ timbul konflik-konflik yang membuat persahabatan Nata dan Niki rehat sejenak (?)

Oke. Di sini gue sama sekali nggak mau menyinggung masalah novelnya—karena gue belum pernah baca—melainkan pingin membahas betapa nahasnya film ini dibuat.
Dari awal gue udah ngira film ini nggak bakal berhasil. Kenapa?

Pertama, ide cerita yang sudah mendarah-daging dan klise sekali. Bayangkan, betapa banyaknya tontonan yang bercerita tentang anak-anak SMA yang dari kecil sudah bersahabat kemudian saling jatuh cinta.

Kedua, para pemainnya tidak ‘benar-benar’ melakoni tiap karakter masing-masing. Contoh, Annalise yang aktingnya super kaku dan dialog-nya sama sekali nggak natural. Apalagi pas dia ketahuan kalo dia suka sama Nata—dan ditolak, ekspresinya sama sekali nggak mewakili apa yang tengah dirasakannya. Apa misalnya nangis kek, semaput atau gimana. Dengan muka datar dia bilang ke Nata; ‘Aku sayang sama kamu.” (Ppffft). Terus, di bagian karakterisasinya gue nggak bisa terkesan sama sekali. Baik itu dari Afgan, Maudy, Chelsea maupun Maxime. Berhubung Afgan dan Maudy adalah peran utama, jadi gue musti memusatkan perhatian sama mereka. Sementara Chelsea dan Maxima sama sekali nggak ngasih pengaruh apa-apa. Mereka cuma kayak tempelan atau sekadar figuran yang numpang lewat.

Ketiga, alur dan plotnya rada ‘wtf’ gitu. Terutama pas tahu alasan Oliver yang tadinya ngejer-ngejer Niki, berubah keki hanya gara-gara Niki salah sebut nama. Dan rasanya tipe cowok begitu bikin super ilpil dan butuh digampar. Aneh banget, Tuhan aja Maha Pemaaf buat orang-orang yang dosanya bejibun.

Lanjut pas terbang ke Austria, muka Niki pas ketemu lagi sama Nata kayak nggak ada rasa gregetnya. Coba bayangkan gimana rasanya kangen sama seseorang terus dipertemukan kembali? Masa cuma  bilang; ‘Hai, kamu baik-baik aja?’ Dan itu betul-betul mengganggu. Pokoknya bener-bener nggak menggigit.
Cuma satu yang bikin gue sedikit excited, yaitu soundtrack-nya yang keren dan adegan Nata nonjok si Oliver pas malam prom. Oke, itu cukup keren. Karena gue demen sama kekerasan HAHAHA :v
Bagaimana dengan ending ceritanya? Terprediksi. Ujung-ujungnya sama si anu balik sama si anu. Ya persis lah sama drama picisan yang lain.

Overall, nggak ada daya tarik dalam film ini. 110 menit hanya terbuang sia-sia. Kalo aja si sutradara mengemasnya dengan segar dan pemilihan pemain yang teliti, mungkin bakal jauh lebih bagus.
Tapi, kalo sekadar buat hiburan aja ya nggak ada salahnya coba nonton film ini. Meski udah gue warning kalo ini film rada mengecewakan. Gue kasih 3 bintang dari 10 bintang ._.



You Might Also Like

0 komentar