[CERPEN] Nocturne

Image result for abstract painting sad
Sad Bird - Miki de Goodaboom
Ini adalah malam keseribu. Matanya bengkak tapi tidak basah. Ada angin kemarau yang berembus silih berganti. Padahal sudah jelas bahwa gemericik air hujan tengah bernyanyi di luar kotak jendela. 

Bunyi-bunyian lain perlahan merambat dari lubang pengeras suara. Bob Acri, Sleep Away. Lagu itu sengaja diputar hanya untuk membuatnya lekas tertidur, tapi kenyataannya, tiga jam kemudian, dia masih melek dan hujan masih deras. 

Entah apa yang ada dalam pikirannya, yang dia tahu, sepanjang malam ini, kedua kelopak matanya sudah memberat. Namun tak juga terlelap sebab ada program lain yang sedang bermain-main tanpa jeda. Dia bisa mendengar suara, menghirup wewangian asing, serta mengeja rangkaian kalimat satu per satu dengan tatapan kosong. Semua selalu terjadi ketika dia mulai membenamkan diri ke balik selimut merah muda. Atau ketika bangkit seraya menendang guling dan bantal ke lantai. Atau ketika dia mencium aroma telur gosong dari pintu dapur.

Dan malam ini, tak jauh dari tempatnya berbaring, di sudut meja nakas, tampak tiga butir pil sewarna jingga tergeletak di samping segelas air. Dokter menamainya chlorpromazine dan risperidone sementara kakak menyebutnya obat orang gila.

Dosis yang diberikan cukup dua setengah tablet, tapi dia hanya meminum dua lantaran tak sanggup menahan degup jantung yang berdebam menggetarkan sekujur tubuh. Itu bukan kiasan. Obat-obat itu secara cepat sukses mematikan seluruh saraf, memompa adrenalin, membuat otak berhenti sejenak dengan efek samping mulut mengering dan kelopak mata mencekung. 

Seorang perempuan paruh baya lalu marah-marah seraya memasuki kamar. Dengan tangkas, tangannya yang penuh lipatan lemak langsung menggapai seluruh tabung-tabung obat dan membuangnya ke luar jendela yang basah. "Siapa yang sudi punya anak mati otak?" pekik perempuan itu seraya melemparkan tatapan nanar, lantas berpaling mengawasi gelapnya keadaan di luar.

Seolah tidak menggubris omelan itu, dia masih terbaring mirip orang mati. Napasnya mulai terengah, isi kepalanya sontak terbang. Bersama tubuh layu dan sulit bergerak, juga pandangannya yang menghitam, akhirnya dia benar-benar hilang kesadaran. Sepuluh menit, setengah jam, dua hari. 

Tidak ada yang paham bagaimana nasibnya kelak. Setelah dua hari tertidur, setelah dua hari menyingkir dari kerumunan iblis-iblis jahat, setelah dua hari menghabiskan waktu dengan meringkuk dalam hening, lambat-lambat dia kembali terjaga. Perempuan paruh baya yang mengomel itu ternyata masih di sana, mengaduk secangkir wedang untuk kemudian disodorkan kepadanya. 

"Otakmu ada apanya sih?"

Pertanyaan itu pun lantas dijawab oleh permainan Chopin dalam Nocturne op 09 No. 2 di pemutar musik. Mungkin begitulah rasanya mati. Tidak ada sakit, tidak ada pening, tidak ada apa pun. Hanya ruangan kosong, gelap, dan sunyi. Persis dua hari yang dia lewati dengan tertidur.

"Otakmu kenapa?"

Kali ini dia mendongak kepada ibunya sehingga kedua orang itu saling bersitatap. "Otakku butuh diformat ulang,"  barulah dia bersuara sambil memamerkan cengiran artifisial. "Lebih bagus kalau di-lem biru. Ha ha ha."

You Might Also Like

0 komentar