[CERPEN] KALAPUNA

Google Images

 28 September 2021

Lilah termangu begitu sadar dirinya berhasil menginjak usia dua puluh lima. Tak pernah terpikir sebelumnya dia akan hidup selama ini - betapa yang dia ingat adalah dirinya yang meninggal di umur sembilan belas. Yang kehilangan arah, kehilangan banyak hal dan satu-satunya yang membuat dia bertahan sampai hari ini adalah ajal yang tak kunjung menjemput.

Lilah tidak ingin bunuh diri.

Dan malam itu, seseorang menelepon, tepat pukul 00:00. Lilah hanya memandangi layar, membaca sederet nama yang berkedip-kedip, entah mengapa, dia tidak ingin dengar apa pun dari siapa pun. Lilah tidak pernah menyukai hari ulang tahun. Dia tidak pernah suka dengan ucapan "happy birthday" atau "selamat ulang tahun" sebab baginya itu adalah kutukan. Lilah tidak ingin didoakan panjang umur, sebab dia sendiri tidak ingin hidup lebih lama lagi. 

Telepon itu lalu mati dengan sendirinya.

Dia mengosongkan paru-paru dalam napas panjang. Otaknya mengilas kembali setumpuk peristiwa yang silih berganti menyerang seperti bola meriam. Apa yang sebetulnya terjadi? Apa yang diinginkan Tuhan dariku? Kenapa aku dibiarkan hidup lama-lama?

Apa karena aku kurang baik?  Lilah menebak, sebab, yang dia tahu, orang baik biasanya cepat mati.

Sekali lagi Lilah menghela. Seharusnya malam itu dia segera pergi tidur, tapi tidak bisa. Kepalanya terus berkecamuk, membuat dia terjaga hingga subuh. Rasanya muak - dan atas nama Tuhan, Lilah bersumpah, dia sangat membenci kenyataan mengapa kehidupan ini harus ada. Mengapa dirinya harus lahir dan dibiarkan hancur begitu saja sampai tak bisa merasakan apa-apa lagi.

Sekarang, baginya, semua hanya dingin dan kebas.

Jam dinding berdetak-detak. Sudah lewat tengah malam. Lilah dapat mendengar dengus napasnya mengisi keheningan, berdesakan mengusir kekosongan yang menyedot laksana lubang hitam. 

Pada ketiadaan Lilah diam-diam bertanya;

Siapa yang kelak bakal menyelamatkanku?

Lilah menelan pahitnya ludah. Jawabannya, tidak ada. Tak satu pun. Orang lain sibuk menyelamatkan diri sendiri, dan Lilah bukan siapa-siapa.

Dengan perasaan lelah, perempuan itu beringsut menuju kasur, berharap tenggelam di sana dan tak perlu bangun-bangun lagi. Berharap dirinya hanyalah pasien skizofrenia yang sedang berkhayal, bahwa kehidupannya selama ini sebatas mimpi buruk yang sebentar lagi akan berakhir.

Bahwa apa yang Lilah hadapi selama dua puluh lima tahun ini tidaklah nyata.

Tidak nyata...

Tidak nyata. [ ]

You Might Also Like

0 komentar