[CERPEN] YANG MUDAH DATANG AKAN CEPAT PERGI

point of view - Lena Anastazja - Paintings & Prints, Abstract ...
artpal.com


Apa yang mudah didapat akan cepat hilang.

Kaleb mempelajari itu sejak bertahun-tahun lalu. Jauh sebelum dia merasakan satu tonjolan kecil mencuat di batang tenggorokannya, yang kerap bergerak-gerak setiap kali dia tertawa atau sekadar menelan ludah. Jauh sebelum Kaleb punya kemampuan ereksi setiap kali melihat belahan dada mulus seorang perempuan. Kaleb tidak menyangka bahwa rasa kecewa dan hampa terus berlaku bahkan hingga dia menjadi dewasa.

Kurir yang memakai topi hijau menyambangi pintu nomor 203, mengintip dari balik lubang kecil—memastikan bahwa kamar itu tidak kosong, kemudian mengetuk. Kaleb, yang duduk di ujung kasur untuk mengumpulkan tenaganya yang tinggal secuil, kontan menengok saat telinganya mendeteksi bunyi ketukan tiga kali.

“Paket!”

Kaleb menguap dan bangkit. Langkahnya yang tidak seimbang terlihat makin kentara saat melintasi petak-petak ubin. Sudah empat hari Kaleb kekurangan tidur. Tidak ada yang bisa mencegahnya untuk terus terjaga memikirkan kepergian Krisan. Ini benar-benar buruk. Kaleb masih bisa mendengar derak lokomotif dan jerit pluit kereta yang berpadu, menyisakan sengatan yang membuat dadanya nyeri setengah mati. Kaleb pikir, dia sudah terbiasa dengan kehilangan, tapi tidak untuk kali ini. Semua yang terjadi benar-benar tak sempat Kaleb persiapkan.

Kurir bertopi hijau muncul dengan seringai kaku ketika Kaleb membuka daun pintu, menyerahkan satu dus yang dibalut plastik hitam. Kaleb mendesah cenderung melenguh ketika membaca alamat pengirimnya dengan saksama. Kurir itu pamit undur diri dan Kaleb menutup kembali pintunya dengan sedikit sentakan.

Dalam keletihan tiada tara, Kaleb melempar paket itu hingga membentur sudut dinding dan menggelinding di bawah kaki sofa. Kaleb mengusap wajah, merasakan energinya betul-betul terkuras, mungkin sebentar lagi dia akan kehabisan asupan oksigen di kepalanya. Wajah Krisan pun membayang lagi, yang bagi Kaleb adalah wujud nyata dari ketertarikannya yang tak biasa.

Kaleb bergerak terhuyung, lalu ambruk kembali di atas kasur seperti orang mabuk. Matanya terpejam, merasakan persendian yang menopang tubuhnya perlahan lumpuh. Di ambang kesadaran, benak Kaleb masih berputar-putar, membentuk banyak sekali pertanyaan; dia berpikir, dengan jutaan sel sperma yang berenang secara membabibuta dalam kegelapan, sungguh sangat kecil kemungkinan untuk seseorang menjadi apa adanya kini, lalu bagaimana bisa pecundang seperti dirinya tetap eksis dalam dunia ini?

Dari sperma siapa sebetulnya aku berasal?  Kaleb tak pernah tahu.

Pada saat seperti ini, Kaleb merindukan dirinya yang tak pernah ada.

Wajah Krisan muncul silih berganti, dan Kaleb kian terseret ke dalam bayangan itu. Larut, larut, dan larut—sampai tidak ada perasaan apa-apa lagi yang menyambar tubuhnya. Seperti hilang begitu saja. Seperti tumpukan abu yang diguyur hujan.

Kaleb pingsan di dalam kamarnya yang tidak dikunci. [ ]

You Might Also Like

0 komentar