Wikipedia |
(Oleh: Sylvia Plath)
Aku bergerak mengatup
Bukan kau yang lakukan, bukan
Lagi-lagi, sepatu hitam
Aku hidup laksana sepotong kaki
Tiga puluh tahun, fakir dan pucat
Tak berani bernapas apalagi bersin
Ayah, aku harus membunuhmu
Kau keburu mati sebelum aku punya waktu
Pualam yang berat,
sekantong penuh berisi Tuhan
Patung mengerikan berkaki kelabu
Besar serupa anjing laut Frisco
Dan sekerat kepala di tengah Atlantik yang sinting
Yang menuangkan hijaunya kacang kepada biru
perairan indah Nauset
Aku sempat berdoa untuk menyelamatkanmu
Ach, du!
Oh, kau!
Dalam lidah Jerman, di kota Polandia
Tergores lurus oleh gulungan perang,
perang, perang
Tapi nama kota itu sangat murba
Temanku Polack...
Katakanlah bahwa ada selusin atau dua
Agar aku tak perlu lagi mengatakan di mana
kau harus meletakkan kakimu, akarmu
Aku tak akan bisa bicara padamu
Sebab lidahku telah tertancap di rahang
Ich, ich, ich, ich,
Aku, aku, aku, aku...
Aku nyaris tak bisa bicara
Kukira setiap orang Jerman adalah dirimu
dan bahasa yang cabul
Seonggok mesin, seonggok mesin
membuatku terengah mirip Yahudi
Yahudi yang menuju Dachau, Auschwitz, Belsen
Aku mulai bicara seperti Yahudi
Kupikir seharusnya aku menjadi Yahudi
Salju-salju dari Tyrol, bir Wina yang bening
mereka tidaklah murni lagi sejati
Bersama leluhur Jipsi dan keberuntungan yang aneh
dan sebungkus Taroc punyaku, sebungkus Taroc punyaku
Barangkali aku sedikit Yahudi
Sebab aku selalu takut padamu
Bersama Angkatan Udara-mu, gobbledygo-mu
dan kumismu yang rapi
dan matamu yang Aryan, biru cerah
Lelaki Panser, lelaki Panser... Oh, kau—
Tiada Tuhan selain swastika
Sungguh hitam bahkan langit pun tak mampu menciak
Tiap perempuan memuja Fasis
Lars di wajah, manusia bengis
Hati kasar yang dimiliki manusia sadis
sepertimu
Kau berdiri tepat di depan papan tulis,
Ayah
Dalam sebuah gambar yang kupunya tentangmu
Ada sebuah celah di dagu, bukannya di kaki
Tapi tak lebih keji, tidak tidak
Sedikitnya, seorang berpakaian hitam telah menggigit hatiku
yang merah menjadi dua
Dan umurku sepuluh sewaktu mereka menguburmu
Di usia dua puluh aku berusaha mati
kemudian kembali, kembali, kembali padamu
Bahkan tulang belulang ini pun menginginkannya,
kupikir
Tapi mereka malah menarikku keluar
dari karung
Kemudian merekatkanku dengan lem
Lantas aku paham apa yang kelak kulakukan
Aku mulai memperagakan dirimu
Sesosok pria berpakaian hitam dengan
tampilan Meinkampf
Serta cinta dari rak dan sekrup
dan aku bakal bilang; Ya, Ya!
Jadi ayah, akhirnya aku sampai
pada telepon gelap yang mulai menuruni akar
Suara itu tak lagi sempat menjalar
Andai aku sudah membunuh seseorang,
aku akan membunuhnya dua;
Sang vampir yang katanya adalah dirimu
yang meminum darahku sepanjang tahun
Tujuh tahun, asal kau tahu
Ayah, kau sudah boleh berbaring sekarang
Ada sebuah tiang pancang dalam hatimu
yang hitam gemuk
dan penduduk desa sama sekali tidak menyukaimu
Mereka berdansa dan menginjak-injakmu
Mereka selalu tahu bahwa itu dirimu
Ayah, ayah, bajingan, aku capek!
(Diterjemahkan oleh Amaliah Black)
PEREMPUAN LAZARUS
(Oleh: Sylvia Plath)
Ini adalah tangan-tanganku
Lutut-lututku
Mungkin saja aku tersusun dari kulit dan tulang
Kendatipun, aku tetaplah sama, perempuan identik
Semua pertama kalinya terjadi ketika aku berumur sepuluh
Terjadi tanpa diduga
Kedua kali memang sengaja
untuk mengakhirinya supaya semua tak kembali lagi
Aku bergerak mengatup
Laksana cangkang kerang
Sehingga mereka harus memanggil dan memanggil
lalu mengeluarkanku laiknya mutiara-mutiara yang lengket
Sekarat
adalah bagian dari seni, sama seperti yang lain
Aku mengalaminya dengan cara yang sungguh luar biasa
Aku melakukannya agar semua terasa bagai neraka
Aku menikmatinya agar semua benar-benar terasa nyata
dari Perempuan Lazarus, Sylvia Plath
(Diterjemahkan oleh Amaliah Black)
1 komentar
bagus sekali kak puisi nya
BalasHapuskuota edukasi xl